Halaman

Menyukai Milik Orang Lain

6 komentar

Dimulai beberapa minggu yang lalu, seorang teman di Facebook tiba-tiba mengirim pesan pribadi yang isinya “apakah kamu pernah menyukai milik orang lain?”.


Dengan asumsi bahwa yang dimaksud “milik” di sini adalah seorang manusia. Maka aku menjawab “pernah”.


Akhirnya sesi kirim-kiriman pesan yang terjadi antara aku sama teman ini jadi seperti curhat curian, yang nyempil diantara beragam pesan, aplikasi dan notifikasi lain di Facebook.


Mungkin karena si teman ini seorang perempuan, dia lebih cenderung ke pikiran baru ke hati, sementara yang aku rasakan malah sebaliknya.


Menyukai milik orang lain memang bukan sebuah tindakan yang benar. Bahkan dalam agamaku, ada larangan yang spesifik tentang “menyukai milik orang lain”. Tapi apa yang bisa kita lakukan bila ini terjadi? Karena kita sedang melawan perasaan.


Masalahnya ini bukan hal yang bisa dikontrol sepenuhnya dengan pikiran, tapi akhirnya juga akan melibatkan hati, seperti yang terjadi sama teman di FB itu.


Meskipun dia berusaha menggunakan otaknya, dengan kesadaran penuh bahwa yang disukainya adalah milik orang lain, sehingga otomatis dia tidak bisa berbuat banyak, tapi perasaan yang katanya seperti teriris, apa bisa dikontrol?


Aku sendiri pernah menyukai “milik” orang lain beberapa tahun yang lalu. Tapi selalu ada kesadaran bahwa itu milik orang lain dan aku tidak berhak atasnya, bagaimanapun, untuk merebut si “milik” ini.


Meskipun dengan keyakinan penuh bahwa aku jauh lebih baik, aku jauh lebih sempurna untuk menjadi pemiliknya, tapi juga dengan sebuah pemahaman bahwa dia sebagai “milik” sudah memilih untuk dimiliki oleh orang lain itu dan bahwa mungkin mereka malah saling menyempurnakan dan mengisi, bagaimana mungkin aku punya nyali untuk merebut posisi sebagai pemilik?


Seperti yang dikatakan si teman di FB, memang terasa sangat sakit. Untuk berada di luar lingkaran dan selalu menjadi seorang “yang lain”. Bahkan jika mungkin, ingin rasanya menarik hati ini keluar lalu mengirisnya dan masih akan terasa jauh lebih tidak menyakitkan dibanding yang mesti dirasakan dengan kondisi yang ada.
hahahahaaaa,,,
Manusiawi bro,... Karena Logis juga jika sesama manusia menyukai, sekalipun tak ada balasan, itu urusan lain,...
Yang jelas, kudu taat dengan etika prosedural hubungan antar manusia,... Tujuannya sederhana, agar tidak terjadi pertumpahan darah antar laki-laki,.. Soal, Gentleman itu lain-lain dah,... Belakangan gt!!!!!!!
eleng kiQ_eleng....... :D
Aris: eeeh bro, gue suka gaya Lo... hahahaha
Uchwa: iyo iki wes tak iling2 bendino, hihihi
hik7x.. nge_blog tuh asyik ya kiQ.. yang terucap akan berlalu bersama waktu.. yang ditulis akan diingat sampai kapanpun
heheee... dah Lamaaaaa banget, aku gak ngeBlog, jadi kangen lagee..