Halaman

Cinta Prematur (anggep ae cerpen)

0 komentar

(19 Desember 2010)


Ini bulan ke lima aku mencintaimu, tepatnya hari ke-35 aku jatuh cinta padamu, sejak di detik pertama aku melihatmu tersenyum dengan pesona kharismamu yang mampu melumpuhkan persendianku.
Detik di mana, aku yakin bahwa cepat atau lambat aku akan jatuh cinta padamu, detik yang sudah ku-fosilkan diam-diam agar tidak punah ditelan kekuatan waktu yang terkadang begitu mengerikan.
Dan kemarin kita bersama kembali ke detik itu. Detik pertama aku jatuh cinta padamu, detik pertama aku meletakkan batu pertama hatiku di hatimu.
Suasana yang sama, engkau masih begitu mempesona, aku tersenyum bahagia di sampingmu dengan rindu yang sudah memuncak sedari tadi yang menggelisahkan langkahku yang mondar mandir menantimu di depan bangunan besar itu.
" I miss you.." Ucapku sepenuh hati.
Dan seperti biasa, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirmu, hanya senyum tipis dan tatapan singkat. Dan anehnya aku terkadang cukup puas! Meski aku sangat berharap ada kata yang terucap dari bibirmu meski itu hanya ada 2 kata,"Me too.." Atau kalau 2 kata itu terlalu mahal untukku, cukup 1 kata saja, " Sama" asal jangan kata, "tidak".  
Entahlah, atau karna aku keseringan mengucapkan kata rindu padamu, sehingga engkau mengartikan kata-kata rindu yang sering kualamatkan padamu hanyalah pengganti dari kata"Hai.." Untuk menyapa.
Ah, tak mudah menyakinkanmu memang, karna aku sendiri tak habis pikir kenapa bisa merindukanmu sebrutal ini.
Kini kita duduk berdua. dengan bulan yang tertutup setengah di langit. Aku menatapmu seperti biasa, seakan ingin menunjukkan betapa besar cinta yang kutabung selama ini untukmu, dan kucicil pelan-pelan kepadamu lewat ucapan-ucapan "I miss You", meski aku tahu, tabungan cinta ini takkan habis karna aku tak pernah melihat ujungnya. Tak pernah ada saldo minim yang tertera di sana. Berlebihankah..? Kuakui iya, tapi itulah kenyataanya, aku sendiri kehabisan akal untuk mengendalikannya. Tak pernah aku se-stupid ini merindukan seorang. Dan bulan itu mulai bergeser! Tapi kita juga tak bergeser dari tempat kita masing-masing. Terdiam, dan sesekali saling mencuri pandang, entah apa yang berkecamuk di pikiranmu. Yang jelas di kepalaku ada luapan rindu yang di pompa secara brutal dari hatiku. Ingin aku melompat sesegera mungkin ke pelukanmu, namun sejurus kemudian kulihat ekspresi wajahmu berubah, dan dengan cepat indera penciumanku mengendus aroma kehilangan di sana, aku mulai ketakutan.
"Ade’,tidakkah kau merasa cinta yang ku miliki padamu terlalu premature, aku takut, apa yang kita rasakan, terlalu prematur untuk dikatakan cinta...".
"Cinta Prematur..??" Aku mengulangnya di tengah rintih hati yang tiba-tiba teriris pelan-pelan, perih sekali...
" Yah, cinta premature, aku takut cintamu cintaku, hanyalah cinta sesaat yang hadir di tengah keraguan dan pertanyaan kita akan makna cinta sejati. Apakah engkau tak pernah bertanya pada dirimu sendiri, bahwa kita terlalu prematur untuk saling jatuh cinta..?!?".
Dan bulan sabit yang menggantung itu entah kemana, aku tak melihatnya di langit, di sini terlalu gelap, aku bahkan mulai mengigil dan kurasakan hatiku perlahan membeku.
"Mungkin engkau benar, kita terlalu prematur untuk jatuh cinta..".
"Iya, Ade’ aku merasakan itu...".
"Aku mencintaimu....".
Dan itu bukan cinta premature, andai engkau tahu, cinta tak pernah mengenal ukuran waktu, namun engkau selamanya tak kan perna tahu, tak kan perna tahu.
Dan aku menangisi perpisahan diam-diam ini dengan nyanyian yang amat pilu bersama bulan yang semakin bergeser jauh.