Halaman

SIGNIFIKANSI SEBUAH ORGANISASI MAHASISWA

0 komentar

Menggugat Nalar Pragmatisme Mahasiswa

Mahasiswa sebagai salah satu elemen sosial kampus memposisikan dirinya sebagai organ civitas akademika, yang diasumsikan bahwa sebagai masyarakat kampus mahasiswa dianggap lebih berpotensi intelektual dalam perilaku ilmiah, obyektif dan bertanggungjawab. Entitas yang demikian mengharuskan mahasiswa mampu mengaktualisasikan citra diri insan akademik melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam merealisasikan tanggung jawabnya sebagai sebuah Idealitas yaitu pertama, dari segi pendidikan mahasiswa harus mampu merangkai teori-teori, berdiskusi dan menelurkan ide-ide ilmiah yang cukup Brilian. Kedua Penelitian, mahasiswa mampu mempertemukan antara teori yang terpaparkan dengan realitas obyektif secara empirik dalam mencari sebuah fakta sosial. Ketiga Pengabdian kepada masyarakat sebagai perwujudan akan hasil studi dan analisis teori secara spekulatif sebagai tanggung jawab sosial.
Dengan demikian cukup jelas bahwa mahasiswa mempunyai peran besar yang harus diemban dibalik jaket almamaternya yaitu identitas agent of social change (agen perubahan sosial).Tugas tersebut mempertegas realisasi apa yang menjadi sumpah mahasiswa untuk mewujudkan sebuah bangsa yang tanpa penindasan ,tanah air penuh keadilan serta berbahasa kebenaran.

Peran Organisasi di Dunia Kampus
Pengertian organisasi secara sederhana adalah kesatuan dari beberapa orang yang membentuk komunitas dengan usaha sadar bersama-sama mencapai suatu tujuan tertentu. Manusia sebagai makhluk sosial pasti membutuhkan jasa orang lain, saling membutuhkan dalam proses pemberdayaan dan perjuangan ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Kecenderungan untuk berinteraksi selalu timbul hingga kemudian mewujudkan suatu komunitas dengan beberapa impian/ keinginan untuk diperjuangkan.
Dilingkungan kampus, organisasi merupakan wadah (komunitas) yang keberadaannya cukup dianggap ruh dari berbagai macam aktivitas mahasiswa, terbukti bahwa Pertama, organisasi menawarkan pengalaman-pengalaman berharga dimana hal tersebut tidak akan diperoleh hanya dibangku kuliah. Kedua, organisasi memberikan kerangka praksis dari teori-teori yang telah didapatkan dikuliah. Ketiga, organisasi mampu memupuk kepedulian mahasiswa terhadap sesamanya dan dilingkungan sekitarnya baik dari aspek sosial, ekonomi, budaya, hukum dan lain-lain. Selain dinyatakan sebagai wadah yang mampu merespon apa yang menjadi kepentingan suatu kelompok, organisasi juga sebagai proses yang ideal bagaimana kemudian mahasiswa mampu mengaktualisasikan dirinya sebagai agen perubahan sosial.

Realitas yang terjadi
Namun hal yang demikian tidak banyak disadari mayoritas mahasiswa dalam benak mereka semua apa yang menjadi impiannya akan terjawab tuntas dalam ruang perkuliahan, padahal kuliah dikampus dengan memenuhi segala formalitas yang ada bukanlah ruang yang kondusif dan kurang representatif untuk berartikulasi dan beraktualisasi secara maksimal. Mahasiswa lebih banyak berkarakter dengan 3K (Kuliah, Kantin dan Kost) tanpa menyadari bahwa suatu hasil yang memuaskan membutuhkan berbagai pengalaman dan proses kreatif produktif yang cukup panjang. Mahasiswa lebih berfantasi ria memenuhi segala apa yang menjadi kebijakan birokrasi kampus, berusaha mencapai nilai A (empat) dan bergelar sarjana dalam durasi waktu yang cukup singkat tanpa menyadari bahwa potensi yang dihasilkan tersebut layak jual dalam arti cukup representatif untuk menjawab segala tantangan dalam realitas sosial.
Pola pikir prragmatis yang demikianlah yang membumi hanguskan eksistensi mahasiswa sebagai individu ynag seharusnya mampu membangun komitmen untuk merealisasikan kompetensi intelektualitas dirinya dan mengaktualisasikan perannya sebagai agent of sosial change.
Memahami realitas yang seperti ini pragmatisme sudah mengkristal dalam otak mahasiswa, kompetensi mahasiswa dalam ketidak jelasan dan krisis akan eksistensi diri. Sudah saatnya kita sebagai mahasiswa menyadari bahwa akses informasi pendidikan bukanlah berada diruang formal an sich tetapi banyak ruang non formal (organisasi) ayng cukup mampu memberikan media untuk menyemai ide-ide ilmiah dan usaha praksis dalam menghasilkan karya intelektual sebab ada tiga indikator seorang sarjana bisa dikatakan intelektual organ yaitu pertama, seseorang mampu memahami teks yang dibaca dengan kreatifitas bahasanya sendiri dan memposisikan apa yang dibaca sebagai pikiran penulisnya. Kedua,mampu menganalisis sekaligus mengaktualisasikan ide secara profesional. Ketiga, bukan hanya mampu menganalisis dan mengaktualisikan tetapi mampu berkreasi dan berinofasi dalam sebuah karya sebagai suatu langkah pembaharuan.
Maka sadarilah untuk tidak selalu pasrah pada kekuatan di luar, tetapi yakinkanlah untuk mempertegas eksistensi diri dalam menapaki bangunan realitas sosial yang penuh dengan tantangan dan rintangan. Manfaatkanlah banyak ruang yang ada untuk menggali potensi serta siapkan modal sebanyak mungkin semenjak dini untuk menjawab segala tantangan globalisasi masa depan.

Paradoks Pacaran

0 komentar

Pacaran sering di anggap sebagai bentuk pembelajaran. Argumennya, sebelum memastikan pasangan ada bagusnya mengenal dulu calon pasangan tersebut. Tapi apakah betul begitu?


Justru sebaliknya, pacaran adalah sesuatu yang tidak rasional. Dengan pacaran orang terpaksa, secara sadar atau tidak, untuk mencari kesempurnaan. Pembandingan selalu terjadi: dia lebih perhatian, dia lebih cakep, dia lebih mengerti saya dll. Pacaran jadi bertujuan menemukan sesorang yang sempurna. Padahal jatuh cinta (hati) berdasar pada ketidaksempurnaan: senyum dia, cara dia jalan, suara dia kalo ketawa, wajahnya ketika bengong. Singkatnya hati justru hanya bisa mengerti yang tak sempurna.


Pacaran juga bisa menjadi kutukan. Semakin banyak bekas pacar, semakin banyak kemungkinan membanding-bandingkan. Jika akhirnya menikah, bagaimana membicarakan bekas pacar dengan pasangan? Padahal bekas pacar itu punya andil membentuk diri kamu sekarang setelah menikah. Menyakiti dan disakiti tak bisa hilang begitu saja karena itu bagian dari pengalaman pribadi. Bekas pacar adalah termasuk pengalaman penting, tapi terpaksa ditekan dari memori. Semakin banyak bekas pacar, semakin banyak yang harus ditekan.


Teori ini menjelaskan observasi anekdotal bahwa pasangan jaman dulu lebih banyak yang langgeng padahal mereka di jodohkan. Jawabannya mungkin karena mereka tidak atau sedikit pacaran, sehingga mereka tidak memiliki referensi pembanding yang bisa membingungkan.

Pelajarannya
: jangan terlalu banyak pacar karena kamu bakal terus menerus melakukan perbandingan yang akhirnya bikin kamu bingung sendiri. Perbandingan ini bisa tak berhenti meskipun telah menikah. Intinya pacaran justru kebalikan sifat 'pendidikan': semakin banyak mencari, semakin tidak menemukan yang dicari.