Halaman

Hargailah Istrimu

0 komentar

Tulisan ini aku persembahkan buat siapa saja yang mempunyai istri yang penyayang, mempunyai rasa kasih sayang yang ikhlas, yang tak lekang oleh waktu. Aku hanya bisa berpesan, hargailah istrimu, seperti kamu menuntut ingin dihargai
Bila malam sudah beranjak mendapati subuh, bangunlah sejenak. Lihatlah istrimu yang sedang terbaring letih menemani bayimu. Tataplah wajahnya yang masih dipenuhi oleh gurat-gurat kepenatan karena seharian ini badannya tak menemukan kesempatan untuk istirahat barang sekejap. Kalau saja tak ada air wudhu yang membasahi wajah itu setiap hari, barangkali sisa-sisa kecantikannya sudah tak ada lagi.
Sesudahnya, bayangkanlah tentang esok hari. Disaatmu sudah bisa merasakan betapa segar udara pagi, tubuh letih istrimu barangkali belum benar-benar menemukan kesegarannya.
Sementara anak-anak sebentar lagi akan meminta perhatian bundanya, membisingkan telinganya dengan tangis serta membasahi pakaiannya dengan pipis tak habis-habis. Baru berganti pakaian, sudah dibasahi pipis lagi. Padahal tangan istrimu pula yang harus mencucinya.

Disaat seperti itu, apakah yang kamu pikirkan tentang dia? Masihkah kamu memimpikan tentang seorang yang akan senantiasa berbicara lembut kepada anak-anaknya seperti kisah dari negeri dongeng sementara disaat yang sama kamu menuntut dia untuk menjadi istri yang penuh perhatian, santun dalam berbicara, lulus dalam memilih setiap kata serta tulus dalam menjalani tugasnya sebagai istri, termasuk dalam menjalani apa yang sesungguhnya bukan kewajiban istri tetapi dianggap sebagai kewajibannya.

Sekali lagi, masihkah kamu sampai hati mendambakan tentang seorang perempuan yang sempurna, yang selalu berlaku halus dan lembut? Tentu saja aku tidak tengah mengajakmu membiarkan istri membentak anak-anak dengan mata membelalak. Tidak. Aku hanya ingin mengajakmu melihat bahwa tatkala tubuhnya amat letih, sementara suami tak pernah menyapa jiwanya, maka amat wajar kalau ia tak sabar.

Begitu pula manakala matanya yang mengantuk tak kunjung memperoleh kesempatan untuk tidur nyenyak sejenak, maka ketegangan emosinya akan menanjak. Disaat itulah jarinya yang lentik bisa tiba-tiba membuat anak menjerit karena cubitannya yang bikin sakit.
Apa artinya? Benar, seorang istri shalihah memang tak boleh bermanja-manja secara kekanak-kanakan, apalagi sampai cengeng. Tetapi istri shalihah tetaplah manusia yang membutuhkan penerimaan. Ia juga butuh diakui, meski tak pernah meminta kepadamu.

Sementara gejolak-gejolak jiwa memenuhi dada, butuh telinga yang mau mendengar. Kalau kegelisahan jiwanya tak pernah menemukan muaranya berupa kesediaan untuk mendengar, atau ia tak pernah kamu akui keberadaannya, maka jangan pernah menyalahkan siapa-siapa kecuali dirimu sendiri jika ia tiba-tiba meledak.

Jangankan istrimu yang suaminya tidak terlalu istimewa, istri Nabi pun pernah mengalami situasi-situasi yang penuh ledakan, meski yang membuatnya meledak-ledak bukan karena Nabi SAW tak mau mendengarkan melainkan semata karena dibakar api kecemburuan. Ketika itu, Nabi SAW hanya diam menghadapi 'Aisyah yang sedang cemburu seraya memintanya untuk mengganti mangkok yang dipecahkan.

Ketika menginginkan ibu anak-anakmu selalu lembut dalam mengasuh, maka bukan hanya nasehat yang perlu kamu berikan. Ada yang lain. Ada kehangatan yang perlu kamu berikan agar hatinya tidak dingin, apalagi beku, dalam menghadapi anak-anak setiap hari. Ada penerimaan yang perlu kita tunjukkan agar anak-anak itu tetap menemukan bundanya sebagai tempat untuk memperoleh kedamaian, cinta dan kasih agung.

Ada ketulusan yang harus kamu usapkan kepada perasaan dan pikirannya, agar ia masih tetap mememilki energi untuk tersenyum kepada anak-anakmu, sepenat apapun ia.

Ada lagi yang lain : PENGAKUAN. Meski ia tak pernah menuntut, tetapi mestikah kamu menunggu sampai mukanya berkerut-kerut.

Karenanya, kamu kembali ke bagian awal tulisan ini. Ketika perjalanan waktu melewati tengah malam, pandanglah istrimu yang terbaring letih itu, lalu pikirkanlah sejenak, tak adakah yang bisa kamu lakukan sekedar mengucapkan terima kasih atau menyatakan dengan kata yang berbunga-bunga, bisa tanpa kata. Dan sungguh, lihatlah betapa banyak cara untuk menyatakannya. Tubuh yang letih itu, alangkah bersemangatnya jika di saat bangun nanti ada secangkir minuman hangat yang diseduh dengan dua sendok teh gula dan satu cangkir cinta.

Sampaikan kepadanya ketika matanya telah terbuka, "ada secangkir minuman hangat untuk istriku. Perlukah aku hantarkan intuk itu?"

Sulit melakukan ini? Ada cara lain yang bisa kamu lakukan. Mungkin sekedar membantunya meyiapkan sarapan pagi untuk anak-anak, mungkin juga dengan tindakan-tindakan lain, asal tak salah niat kita. Kalau kamu terlibat dengan pekerjaan di dapur, memandikan anak, atau menyuapi si mungil sebelum mengantarkannya ke TK, itu bukan karena gender-friendly; tetapi semata karena mencari ridha Allah, sebab selain niat ikhlas karena Allah, tak ada artinya apa yang kamu lakukan.

Kamu tidak akan mendapati amal-amalmu saat berjumpa dengan Allah di yaumil-qiyamah. Alaakullihal, apa yang ingin kamu lakukan, terserah kamu. Yang jelas, ada pengakuan untuknya, baik lewat ucapan terima kasih atau tindakan yang menunjukkan bahwa dialah yang terkasih. Semoga dengan kerelaanmu untuk menyatakan terima kasih, tak ada airmata duka yang menetes baginya, tak adal lagi istri yang berlari menelungkupkan wajah di atas bantal karena merasa tak didengar. Dan semoga pula dengan perhatian yang kamu berikan kepadanya, kelak istrimu akan berkata tentangmu sebagaimana Bunda 'Aisyah RA berucap tentang suaminya, Rasulullah SAW, "Ah, semua perilakunya menakjubkan bagiku".

Sesudah engkau puas memandangi istrimu yang terbaring letih, sesudah engkau perhatikan gurat-gurat penat di wajahnya, maka biarkanlah ia sejenak untuk meneruskan istirahatnya. Hembusan udara dingin yang mungkin bisa mengusik tidurnya, tahanlah dengan sehelai selimut untuknya.

Hamparkanlah ke tubuh istrimu dengan kasih agung dan cinta yang tak lekang oleh perubahan. Semoga engkau termasuk laki-laki yang mulia, sebab tidak memuliakan wanita kecuali laki-laki yang mulia.

Sesudahnya, kembalilah ke munajat dan tafakkurmu. Marilah kamu ingat kembali ketika Rasulullah SAW berpesan tentang istri. "wahai manusia, sensungguhnya istri kalian mempunyai hak atas kalian sebagaimana kalian mempunyai hak atas mereka. Ketahuilah." kata Rasulullah SAW melanjutkan. " kalian mengambil wanita itu sebagai amanah dari Allah, dan kalian halalkan kehormatan mereka dengan khitan Allah. Takutlah kepada Allah dalam mengurusi istri kalian. Aku wasiatkan atas kalian intuk selalu berbuat baik."

Kamu telah mengambil istrimu sebagai amanah dari Allah. Kelak kamu harus melaporkan kepada Allah Ta'ala bagaimana kamu menunaikan amanah dari-Nya. Apakah kamu mengabaikannya sehingga guratan-guratan dengan cepat menggerogoti wajahnya, jauh awal dari usia yang sebenarnya? Ataukah, kamu sempat tercatat selalu berbuat baik untuk istri.

Semoga kamu memberi ungkapan yang lebih agung untuk istrimu.