Ada salah satu sekte menyebar di
masyarakat kita, mereka menamakan diri “salafi”, padahal sebenarnya nama yang
cocok bagi mereka adalah “talafi” (perusak). Jargon yang biasa mereka bawa
adalah “basmi TBC”, “perangi segala macam bid’ah”, “Kembali kepada al-Qur’an
dan Sunnah” dan kata-kata “manis” lainnya. Salah satu yang sering dapat
serangan dari mereka adalah masalah yang sebenarnya “bukan masalah”, tapi
mereka ungkit-ungkit untuk membuat keributan. ngaku memerangi “TBC” tapi
sebenarnya mereka sendiri membawa “TBC”. Waspada!!!!!!
Berkumpul di suatu tempat untuk
berdzikir bersama hukumnya adalah sunnah dan merupakan jalan untuk mendapatkan
pahala dari Allah, jika memang tidak dibarengi dengan perkara-perkara yang
diharamkan. Hadits-hadits yang menunjukkan kesunnahan tentang ini sangat
banyak, di antaranya: (Lihat an-Nawawi, Riyadl ash-Shalihin, hal. 470-473)
1. Rasulullah bersabda:
لاَ يَقْعُدُ
قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ تَعَالَى إِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ
وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ
اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ (رواه مسلم)
“Tidaklah sekelompok orang berkumpul dan bardzikir menyebut Nama-nama Allah kecuali mereka dikelilingi oleh para Malaikat, diliputi rahmat, diturunkan kepada mereka ketenangan, dan Allah sebut mereka di kalangan para Malaikat yang mulia”. (HR. Muslim)
“Tidaklah sekelompok orang berkumpul dan bardzikir menyebut Nama-nama Allah kecuali mereka dikelilingi oleh para Malaikat, diliputi rahmat, diturunkan kepada mereka ketenangan, dan Allah sebut mereka di kalangan para Malaikat yang mulia”. (HR. Muslim)
2. al-Imam Muslim dan al-Imam
at-Tirmidzi meriwayatkan:
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَليهِ وَسَلّمَ خَرَجَ عَلَى حَلْقَةٍ مِنْ أَصْحَابِهِ،
فَقَالَ: مَا يُجْلِسُكُمْ ؟ قَالُوْا: جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللهَ وَنَحْمَدُهُ،
فَقَالَ: إِنَّهُ أَتَانِيْ جِبْرِيْلُ فَأَخْبَرَنِيْ أَنَّ اللهَ يُبَاهِيْ
بِكُمْ الْمَلاَئِكَةَ (أخرجه مسلم والترمذيّ)
“Suatu ketika Rasulullah keluar
melihat sekelompok sahabat yang sedang duduk bersama, lalu Rasulullah bertanya:
Apa yang membuat kalian duduk bersama di sini? Mereka menjawab: Kami duduk
berdzikir kepada Allah dan memuji-Nya, kemudian Rasulullah bersabda: “Sungguh
Aku didatangi oleh Jibril dan ia memberitahukan kepadaku bahwa Allah
membanggakan kalian di kalangan para Malaikat”. (HR. Muslim dan at-Tirmidzi)
3. Dalam hadits lain Rasulullah
bersabda:
مَا مِنْ
قَوْمٍ اجْتَمَعُوْا يَذْكُرُوْنَ اللهَ لاَ يُرِيْدُوْنَ بِذَلِكَ إِلاَّ
وَجْهَهُ تَعَالَى إِلاَّ نَادَاهُمْ مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ أَنْ قُوْمُوْا
مَغْفُوْرًا لَكُمْ (أخرجه الطّبَرانِيّ)
“Tidaklah suatu kaum berkumpul
untuk berdzikir, dan mereka tidak berharap dengan itu kecuali untuk mendapat
ridla Allah maka Malaikat menyeru dari langit: Berdirilah kalian dalam keadaan
sudah terampuni dosa-dosa kalian”. (HR. ath-Thabarani)
Sedangkan dalil yang menunjukkan
kesunnahan mengeraskan suara dalam berdzikir secara umum, di antaranya adalah
hadits Qudsi: Rasulullah bersabda:
يَقُوْلُ اللهُ
تَعَالَى: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِيْ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِيْ،
فَإِنْ ذَكَرَنِيْ فِيْ نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِيْ نَفْسِيْ، وَإِنْ ذَكَرَنِيْ
فِيْ مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِيْ مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ (متّفق عليه)
“Allah berfirman: “Aku Maha kuasa
untuk berbuat seperti harapan hambaku terhadap-Ku”, dan Aku senantiasa
menjaganya dan memberikan taufiq serta pertolongan terhadapnya jika ia menyebut
nama-Ku. Jika ia menyebutku dengan lirih maka Aku akan memberinya pahala dan
rahmat secara sembunyi-sembunyi, dan jika ia menyebut-Ku secara berjama’ah atau
dengan suara keras maka Aku akan menyebutnya di kalangan para Malaikat yang
mulia”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Makna “Aku Maha kuasa untuk
berbuat seperti harapan hambaku terhadap-Ku” artinya; Jika hamba tersebut
berharap untuk diampuni maka akan Aku (Allah) ampuni dosanya. Jika ia mengira
taubatnya akan Aku terima maka Aku akan menerima taubatnya. Jika ia berharap
akan Aku kabulkan doanya maka akan Aku kabulkan. Dan jika ia mengira Aku
mencukupi kebutuhannya maka akan Aku cukupi kebutuhan yang dimintanya.
Penjelasan ini seperti tuturkan oleh al-Qadli ‘Iyadl al-Maliki.
Dzikir Berjama’ah Setelah Shalat
Dengan Suara Keras
Para ulama telah sepakat akan
kesunnahan berdzikir setelah shalat (Lihat an-Nawawi dalam al-Adzkar, h. 70).
Al-Imam at-Tirmidzi meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah ditanya:
“Ayyuddu’a Asma’u?”. (Apakah doa yang paling mungkin dikabulkan?). Rasulullah
menjawab:
جَوْفُ
اللَّيْلِ، وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوْبَاتِ، قال الترمذيّ: حَدِيْثٌ
حَسَنٌ
“Doa di tengah malam, dan seusai shalat fardlu”. (at-Tirmidzi mengatakan: Hadits ini Hasan)
“Doa di tengah malam, dan seusai shalat fardlu”. (at-Tirmidzi mengatakan: Hadits ini Hasan)
Dalil-dalil berikut ini
menunjukkan kesunnahan mengeraskan suara dalam berdzikir secara berjama’ah
setelah shalat secara khusus. Di antaranya hadits dari sahabat ‘Abdullah ibn
‘Abbas, bahwa ia berkata:
كُنْتُ
أَعْرِفُ انْقِضَاءَ صَلاَةِ رَسُوْلِ اللهِ بِالتَّكْبِيْرِ (رواه البخاريّ ومسلم)
“Aku mengetahui selesainya shalat Rasulullah dengan takbir (yang dibaca dengan suara keras)”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
“Aku mengetahui selesainya shalat Rasulullah dengan takbir (yang dibaca dengan suara keras)”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits riwayat al-Imam
Muslim disebutkan bahwa ‘Abdullah ibn ‘Abbas berkata:
كُنَّا
نَعْرِفُ انْقِضَاءَ صَلاَةِ رَسُوْلِ اللهِ بِالتَّكْبِيْرِ (رواه مسلم)
“Kami mengetahui selesainya shalat Rasulullah dengan takbir (yang dibaca dengan suara keras)” (HR. Muslim)
“Kami mengetahui selesainya shalat Rasulullah dengan takbir (yang dibaca dengan suara keras)” (HR. Muslim)
Kemudian ‘Abdullah ibn ‘Abbas
berkata:
أَنَّ رَفْعَ
الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوْبَةِ كَانَ
عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ (رواه البخاريّ ومسلم)
“Mengeraskan suara dalam berdzikir ketika orang-orang telah selesai shalat fardlu sudah terjadi pada zaman Rasulullah”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
“Mengeraskan suara dalam berdzikir ketika orang-orang telah selesai shalat fardlu sudah terjadi pada zaman Rasulullah”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dalam sebuah riwayat lain, juga
diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Muslim, bahwa Ibn ‘Abbas
berkata:
كُنْتُ
أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوْا بِذلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ (رواه البخاريّ ومسلم)
“Aku mengetahui bahwa mereka
telah selesai shalat dengan mendengar suara berdzikir yang keras itu”. (HR.
al-Bukhari dan Muslim)
Hadits-hadits ini adalah dalil
akan kebolehan berdzikir dengan suara keras, tentunya tanpa berlebih-lebihan
dalam mengeraskannya. Karena mengangkat suara dengan keras yang
berlebih-lebihan dilarang oleh Rasulullah dalam hadits yang lain. Dalam hadits
riwayat al-Bukhari dari sahabat Abu Musa al-Asy’ari bahwa ketika para sahabat
sampai dari perjalanan mereka di lembah Khaibar, mereka membaca tahlil dan
takbir dengan suara yang sangat keras. Lalu Rasulullah berkata kepada mereka:
اِرْبَعُوْا
عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُوْنَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا ، إِنَّمَا
تَدْعُوْنَ سَمِيْعًا قَرِيْبًا …
“Ringankanlah atas diri kalian (jangan memaksakan diri mengeraskan suara secara berlebihan), sesungguhnya kalian tidak meminta kepada Dzat yang tidak mendengar dan tidak kepada yang ghaib, kalian meminta kepada yang maha mendengar dan maha “dekat” …”. (HR. al-Bukhari)
“Ringankanlah atas diri kalian (jangan memaksakan diri mengeraskan suara secara berlebihan), sesungguhnya kalian tidak meminta kepada Dzat yang tidak mendengar dan tidak kepada yang ghaib, kalian meminta kepada yang maha mendengar dan maha “dekat” …”. (HR. al-Bukhari)
Hadits ini bukan melarang
berdzikir dengan suara yang keras. Tetapi yang dilarang adalah dengan suara
yang sangat keras dan berlebih-lebihan. Hadits ini juga menunjukkan bahwa boleh
berdzikir dengan berjama’ah, sebagaimana dilakukan oleh para sahabat tersebut.
Yang dilaraang oleh Rasulullah dalam hadits ini bukan berdzikir secara
berjama’ah, melainkan mengeraskan suara secara berlebih-lebihan.
Doa Berjama’ah
Rasulullah bersabda:
مَا اجْتَمَعَ
قَوْمٌ فَدَعَا بَعْضٌ وَأَمَّنَ الآخَرُوْنَ إِلاَّ اسْتُجِيْبَ لَهُمْ (رواه
الحاكم في المستدرك من حديث مسلمة بن حبيب الفهري)
“Tidaklah suatu kaum berkumpul, lalu sebagian berdoa dan yang lain mengamini, kecuali doa tersebut akan dikabulkan oleh Allah”. (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak dari sahabat Maslamah ibn Habib al-Fihri).
“Tidaklah suatu kaum berkumpul, lalu sebagian berdoa dan yang lain mengamini, kecuali doa tersebut akan dikabulkan oleh Allah”. (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak dari sahabat Maslamah ibn Habib al-Fihri).
Hadits ini menunjukkan kebolehan
berdoa dengan berjama’ah. Artinya, salah seorang berdoa, dan yang lainnya
mengamini. Termasuk dalam praktek ini yang sering dilakukan oleh banyak orang
setelah shalat lima waktu, imam shalat berdoa dan jama’ah mengamini.
Ibn Hajar al-Haitami dalam
al-Minhaj al-Qawim Syarh al-Muqaddimah al-Hadlramiyyah, menuliskan sebagai
berikut:
[وَيُسِرُّ بِهِ] الْمُنْفَرِدُ
وَالْمَأْمُوْمُ خِلاَفًا لِمَا يُوْهِمُهُ كَلاَمُ الرَّوْضَةِ (إِلاَّ الإِمَامُ
الْمُرِيْدُ تَعْلِيْمَ الْحَاضِرِيْنَ فَيَجْهَرُ إِلَى أَنْ يَتَعَلَّمُوْا)
وَعَلَيْهِ حُمِلَتْ أَحَادِيْثُ الْجَهْرِ بِذَلِكَ، لَكِنْ اسْتَبْعَدَهُ
الأَذْرَعِيُّ وَاخْتَارَ نَدْبَ رَفْعِ الْجَمَاعَةِ أَصْوَاتَهُمْ بِالذِّكْرِ
دَائِمًا
“Orang yang shalat sendirian dan
seorang makmum agar memelankan bacaan dzikir dan doa seusai shalatnya, -ini
berbeda dengan yang dipahami dari tulisan ar-Raudlah-, kecuali seorang Imam
yang bermaksud mengajari para jama’ah tentang lafazh-lafazh dzikir dan doa
tersebut, maka ia boleh mengeraskannya hingga jama’ah mengetahui dan hafal
dzikir dan doa tersebut. Dengan makna inilah dipahami hadits-hadits mengeraskan
bacaan dzikir dan doa setelah shalat. Namun al-Imam al-Adzra’i tidak menerima
pemahaman seperti ini dan beliau memilih pendapat bahwa sunnah bagi para
jama’ah hendaknya selalu mengeraskan suara mereka dalam membaca dzikir (Sesuai
zhahir hadits-hadits di atas)” (al-Minhaj al-Qawim, h. 163).